Sisi Terang
Sisi Terang

14 Situasi di Salon Kecantikan yang Menimbulkan Satu Pertanyaan, “Apa-apaan, sih?”

Kisah tentang rambut wanita yang seharusnya “dipotong ujungnya saja” tapi malah terpotong beberapa sentimeter lebih pendek merupakan kisah melegenda yang sudah diketahui banyak orang. Dan, tentu saja, masing-masing dari kita pernah keluar dari salon kecantikan dengan merasa tidak puas setidaknya sekali seumur hidup. Di saat yang sama, penata gaya rambut, ahli kuku, dan seniman makeup juga punya banyak sekali cerita yang tak mungkin untuk dilupakan dan kisah tentang “gigitan ramah” dari klien membuktikan kata-kata kami ini.

Kami di Sisi Terang mendalami cerita seputar topik ini dan sekali lagi menjadi yakin kalau menghela napas dengan tenang dan memiliki selera humor yang baik bisa menyelamatkan keadaan.

  • Aku bekerja sebagai perias wajah di salon. Waktu itu, ada seorang gadis datang ke salon kami, dia terlihat mewah, memakai baju mahal, dan merawat dirinya dengan baik. Kami mendiskusikan makeup yang dia inginkan dan aku pun langsung bekerja. Ketika sedang mengoleskan lipstik ke bibirnya, tiba-tiba dia menggigit tanganku, melompat, dan kabur keluar salon. Aku cuma bisa berdiri, kebingungan, dan melihat dia kabur. Aku sampai enggak bisa berpikir apa-apa. Semua orang yang aku ceritakan langsung ngakak. Banyak sekali macam-macam klien di dunia ini. © Overheard / Ideer
  • Aku dapat pesanan untuk makeup acara malam hari, yang seharusnya selesai sebelum jam 7 malam. Begitu selesai, pelangganku tiba-tiba bilang, “Aku enggak suka ini, aku enggak mau bayar,” meskipun dia bilang dia suka semua prosesnya. Di suatu titik, aku menduga jangan-jangan dia sedang mencoba mencurangi aku.
    — Oke, enggak usah bayar kalau enggak suka. Saya hapus aja makeup-nya.
    — Apa maksudnya “dihapus”?
    — Kan katanya Ibu enggak suka hasilnya, karena itu saya akan mengembalikan penampilan Ibu seperti semula.
    Hening sejenak.
    — Tunggu sebentar .... secara keseluruhan oke, kok. Enggak usah dihapus aja, ya.
    Dia pun membayar pekerjaanku. Belakangan aku baru tahu dari kolegaku kalau pelanggan yang satu ini memang sering sekali bersikap seperti ini, tapi tak pernah ada yang menawarkan untuk menghapus makeup-nya. © LRAss / Pikabu
  • Biasanya aku tidak pernah bekerja di rumah, karena aku punya anak kecil. Tapi, hari ini ada pelanggan yang meminta untuk datang ke rumahku. Jadi aku mendandaninya dan anakku (1,5 tahun) berjalan-jalan keliling rumah dengan tenang. Setelah selesai bekerja dan saat aku mau mencuci kuasku, aku baru menyadari kalau dua kuas, highlighter, dan sculptor milikku hilang. Aku bingung, lalu mulai mencari semuanya ke seisi rumahku, tapi tidak ada! Aku baru saja akan mengucapkan selamat tinggal kepada peralatanku itu, tapi aku mendapat telepon dari pelanggan yang tadi, “Hai, aku menemukan kuas kosmetikmu, mobil mainan, dan popok di tasku.” Rupanya, anakku memutuskan untuk memberikan hadiah ke pelangganku. © Cynical makeup artist / Vk
  • Pelanggan: “Kamu enggak belajar dengan benar, ya?”
    Aku: “Hmm... Enggak, kok. Memangnya kenapa, Bu?”
    Pelanggan: “Kamu ’kan, kapster! Apa susahnya, sih?”
    Aku *mengingat semua waktu yang aku habiskan belajar, saat magang, dan di seminar*: “Eh, sebenarnya enggak segampang itu, sih....”
    Pelanggan: “Iya, iya! Kalian semua bilang hal yang sama! Tetanggaku ambil kursus 2 minggu, dan langsung mulai bekerja setelahnya...” Bla-bla-bla...
    Dalam hati: “Aku enggak akan pernah mau nerima perempuan ini lagi...” © KateSova / Pikabu
  • Aku membuat postingan di media sosial, “Aku butuh sukarelawan untuk dirias tanggal 10 September jam 2 siang. Gratis.” Aku menemukan sukarelawan dalam satu jam, jadi aku menulis komentar di postingan ini kalau aku sudah mendapatkan sukarelawan. Pada 10 September malam, ada seorang gadis yang meminta janjian untuk keesokan harinya. Aku memeriksa jadwalku, aku punya waktu kosong, jadi aku menjadwalkan janji dengannya. Dia muncul di studio tepat waktu, aku meriasnya dan dia pun menyukainya. Lalu saat dia akan pulang...
    — Semuanya jadi Rp350.000
    — Lho, kok ditagih? ’Kan ditulisnya gratis!
    — Siapa yang menulis gratis? Di mana?
    — Tunggu, aku akan tunjukkan! — dan dia mulai mencari postinganku dan menunjukkannya kepadaku.
    — Saya mencari sukarelawan untuk KEMARIN, untuk teman saya. Saya menyebut jelas banget di postingan ini hari dan jamnya.
    — Yang Mbak tulis enggak jelas!
    Saat itu, dia mulai berteriak tentang seberapa buruknya aku dan bagaimana aku mencurangi cewek-cewek polos dengan layanan yang enggak mereka butuhkan. © Lisycha / Pikabu
  • Aku bekerja sebagai ahli kuku. Pekerjaanku mulai di tengah hari. Suatu kali aku mendapat telepon jam 9 pagi.
    — Hai, apa kamu ingat kalau kami punya janji siang ini?
    — Hai, iya...
    — Uups, sori. Aku ngebangunin kamu, ya?
    — Iya...
    — Aduh, kebo banget, sih! Ini udah pagi! Kami aja udah bangun dari jam 6 pagi untuk menjalani hidup... © Overheard / Ideer
  • Suatu kali aku dapat pelanggan yang rambutnya sangat hitam dan, biasa lah, dia mau mengecatnya jadi pirang pucat. Aku menjelaskan kepadanya enggak mungkin untuk langsung mendapatkan hasil yang dia inginkan dengan satu prosedur, dan kemungkinan terbaiknya, warnanya akan jadi pirang karamel. Dia setuju, kami melakukan semuanya, dan dia pergi. Setelah beberapa hari dia kembali, marah-marah, kalau dia ingin hasilnya pirang tapi rambutnya malah berwarna merah. Manajer salon kami menemukan rekaman percakapan sebelumnya, kalau kami sudah memperingatkan gadis ini tentang hasilnya. Si pelanggan pergi lagi. Selama 5 tahun (dan terus sampai sekarang), semua postingan di media sosialku selalu mendapatkan komentar tidak menyenangkan darinya kalau dia ingin rambutnya pirang, tapi aku membuat rambutnya merah... © IVANETSKAYA / YouTube
  • Temanku adalah penata rambut dan komplain terbesar yang pernah didapatnya adalah karena harapan yang tak masuk akal. Orang ingin mengubah rambutnya yang cokelat tua ke pirang platinum dalam satu sesi, mereka ingin rambut warna pink terang yang enggak akan pernah pudar, atau mereka ingin rambut berwarna pelangi dari foto di Instagram yang pakai filter... © manlikerealities / reddit
  • akuAku: “Hai, rambutnya mau dipotong gimana?”
    Pelanggan: “Hai. Aku mau model pixie cut, ya.”
    Me: “Oke.” (Mulai memotong rambutnya.)
    Pelanggan: “Hmm, Natalie biasanya memotong rambutku agak beda ...”
    Aku: “Masa? Terus kenapa ke sini, bukan ke Natalie?”
    Pelanggan: “Habisnya, terakhir dia memotong rambutku hasilnya jelek sekali!” © KateSova / Pikabu
  • Aku ini ahli yang belajar sendiri dan aku sudah bekerja di salon kecantikan selama 6 bulan. Sekali waktu, manajer salon mendatangiku dan bilang, “Kamu dapat pelanggan hari ini, tolong jangan berdebat dengannya, ya. Lakukan semua yang dia inginkan, dia itu pemilih banget dan impulsif! Soalnya, dia itu temannya pemilik salon.” Oh, oke...
    Pelanggannya datang terlambat. Dia langsung masuk ke salon tanpa minta maaf dan bertanya, “Jadi, siapa yang akan meriasku?” Saat aku meriasnya, dia selalu bergerak, menelepon seseorang, dan melihat foto di ponselnya. Terus dia bilang, “Aku perlu istirahat,” terus pergi. Waktu kembali, kami meneruskan kembali dan dia tidak menyukai apa pun. Katanya, satu alis terlihat lebih lebar, alis yang satunya lagi terlihat lebih panjang, dan dia malah mengucek-ngucek matanya setelah aku memakaikan eyeshadow. Satu menit dia mau bulu mata palsu, berikutnya dia berubah pikiran. Dia terus bertanya kepadaku kenapa aku melakukannya begini, dan kenapa tidak begitu? Aku menjelaskan semuanya seperti dia itu anak kecil sambil terus bekerja.
    Pada akhirnya, terlepas dari semua rasa stresku, hasil makeup-nya sangat bagus dan lembut. Dia terus melihat dirinya di cermin dan menyukainya. Sekarang aku terbaring di tempat tidurku dan capeknya masih belum hilang juga. © Cynical makeup artist / Vk
  • Aku masih duduk di sekolah kosmetologi dan baru mau lulus. Seorang wanita datang dan aku diminta untuk melayaninya. Rambutnya panjang hingga ke pinggang. Dia datang sambil membawa sebuah foto dan menunjukkan kepadaku apa yang dia inginkan dengan rambutnya. Rambut di foto itu sangat pendek dan perubahannya sangat drastis. Aku terus bertanya kepadanya kalau dia benar-benar yakin mau rambutnya dipotong pendek. Dia terus bilang, iya, itu yang dia mau. Jadi, aku melakukan sesuai keinginannya. Aku memotong rambut sesuai dengan yang di foto. Begitu aku selesai, dia memutar kursinya, melihat di cermin, dan ketakutan! Dia menangis, dia bilang kalau aku merusak rambut panjangnya yang cantik, menolak bayar, lalu berteriak kepada instrukturku. Parah banget. Pengalaman itu merusak karierku menjadi penata rambut. Sayang sekali, soalnya aku suka menjadi penata rambut, tapi wanita itu membuatku takut seumur hidup. © Barbara Klickstein / Quora
  • Aku bekerja di salon kecantikan sebagai ahli kuku. Suatu kali seorang PRIA datang kepadaku dan meminta untuk menempelkan kuku palsu. Rupanya, putri kecil pria ini akan berulang tahun sebentar lagi dan perayaannya akan dirayakan dengan tema “Aku ini seorang putri”, bahkan ayahnya pun harus memakai gaun warna pink, kuku yang dicat, dan memakai mahkota di kepalanya! Inilah pertama kalinya aku mendapat permintaan seperti ini dari pelanggan. © Overheard / Ideer
  • Aku sadar aku harus mendata dan memfoto peralatanku. Secara umum, kamu tahu kalau barang-barangmu pasti akan hilang. Ada beberapa model yang senang sekali mengambil barang, sumpah deh, aku akan menggigit tangan klepto yang mencoba meraih setting spray milikku. © bitelulz / reddit

Apa kamu tahu kisah tentang hubungan tak terlupakan antara pekerja salon dan pelanggannya? Apa kamu mau membagikannya dengan kami?

Kredit foto pratinjau LRAss / Pikabu
Sisi Terang/Aku & Kamu/14 Situasi di Salon Kecantikan yang Menimbulkan Satu Pertanyaan, “Apa-apaan, sih?”
Bagikan Artikel Ini