Sisi Terang
Sisi Terang

11 Rekan Perjalanan yang Arogannya Minta Ampun

Mustahil bepergian dengan transportasi umum tanpa ada orang lain di dalamnya. Beberapa dari mereka sangat menjengkelkan sehingga rasanya kamu ingin langsung sampai ke tempat tujuan dan tidak pernah keluar rumah lagi. Ada orang yang bisa kamu minta untuk berhenti ribut, tapi sayang ada juga yang benar-benar tidak mau mendengar omongan orang. Jadi, yang bisa kamu lakukan hanyalah memaklumi sikap mereka.

Kami di Sisi Terang berharap kamu tidak akan berurusan dengan orang-orang semacam ini saat melakukan perjalanan.

  • Di Swedia, di dalam kereta dari Göteborg menuju Stockholm. Aku dalam perjalanan ke kampus karena ada ujian sambil mengulang-ulang pelajaran. Lalu, seorang wanita muda duduk tepat di sebelahku dan mulai mengobrol di telepon. Pertama, dia memberi tahu temannya soal hubungannya dengan pacarnya, pindah ke apartemen baru, dan perabot yang dia beli. Kemudian, dia lanjut menelepon neneknya. Dia menceritakan segala hal tentang kerabat dan teman-temannya sampai semua isi kulkasnya. Tentu saja, aku enggak bisa konsentrasi belajar dengan semua kebisingan itu, lalu kukatakan kepadanya, “Kurasa aku tahu segalanya tentang kamu dan keluargamu sekarang.” Dia pun terdiam setelahnya. © Oksana Malinin-Laihonen / Facebook
  • Aku ingat seorang pria dari perjalananku naik pesawat sepulang dari Portugal. Dia tipikal orang menyebalkan (dengan kemungkinan terburuk yang pernah ada). Dia terus mengoceh selama penerbangan tanpa bertanya terlebih dulu apakah orang lain benar-benar ingin mengobrol dengannya. Pasangan lansia di sebelahnya menjadi korban ocehannya—dia terus bertanya kepada mereka dalam bahasa Portugis yang kacau, “Apakah kamu pernah ke Aveiro? Oh, jadi kamu kenal pria botak bernama Rodrigo? Apa maksudmu pernah ke Aveiro tapi enggak kenal Rodrigo?” Kemudian, dia tertidur selama satu jam. Kamu pasti berpikir itu pertanda waktu istirahat bagi kami, ya ’kan? Enggak, dia mimpi buruk sambil mengigau sepanjang waktu. © Denys Hordieiev / AdMe
  • Aku terbang dari Kairo menuju New York dan ada pasangan lansia di sebelahku. Sang istri menyuruh suaminya berbaring di kursi dengan posisi kepalanya di ujung kursiku dan kakinya di pangkuan istrinya. Benar-benar sangat aneh! Saat aku memberi tahu pasangan itu kalau aku enggak nyaman berada di situasi tersebut, wanita tua tersebut langsung beralasan, “Kami sudah tua dan ini benar-benar penerbangan yang panjang, kami merasa sangat lelah...” Aku berusaha ngemil, bangun untuk pergi ke toilet, tapi enggak berhasil menghentikan pasangan ini! Akhirnya kubiarkan saja begitu, lalu aku pun membaca buku sepanjang penerbangan. Aku belum pernah bertemu orang asing seperti ini... © Meghna Patel / Quora
  • Suatu hari aku berada di kereta dalam perjalanan pulang sambil mendengarkan musik dengan earphone terpasang dengan volume yang masuk akal. Sementara, pria yang duduk di dekatku sedang menyetel musik di speaker ponselnya yang cempreng. Aku ingin berkata sesuatu, akan tetapi ada wanita yang berbicara lebih dulu dan berkata, “Permisi, bisakah kamu matikan musiknya atau pakai headphone saja? Soalnya, suaranya sangat mengganggu.” Dia langsung menuruti dan aku memasang ekspresi puas di wajahku. Enggak sampai 5 detik kemudian, wanita yang sama menepuk pundakku lalu berkata, “Anda juga, Pak!” Aku pun heran, APA MAKSUDNYA? Aku melihat ke bawah dan memperhatikan kalau earphone-ku belum sepenuhnya terhubung ke jack audio sehingga musikku ikutan menggelegar. Aku meminta maaf karena malu, mencolok earphone, lalu mengecilkan volume lebih rendah lagi. Aku benci diriku sendiri. © verbal_diarrhea_guy / Reddit
  • Saat di Thailand, aku dan istriku menempuh 7 jam perjalanan demi pergi ke ibu kota naik bus. Karena nomor kursi enggak tercantum pada tiket, jadi kami mengambil tempat duduk di tengah sampai akhirnya tiba di pemberhentian pertama. Setelah itu, kami pergi keluar sebentar dan meninggalkan barang-barang kami di kursi. Saat kembali, ternyata ada pasangan yang duduk di kursi kami sampai barang-barang kami dipindah di bagian belakang bus, di tempat kursi mereka tadi duduk. Yah, kami pun terpaksa pindah ke bagian belakang, akan tetapi kursinya penuh dengan botol air yang belum habis beserta sampah lainnya. Lalu, aku mengumpulkan semuanya dan membawanya kepada mereka lantaran mereka lupa membuangnya. Ketika aku kembali ke tempat dudukku, mereka membawa kembali sampah tersebut kepadaku. Saat itulah aku meledak. Akhirnya, kubawa sampah itu kembali dan kulemparkan ke pangkuan mereka. Mereka pun berhenti bertingkah. © i8086 / Pikabu
  • Aku dan pasanganku dalam perjalanan menuju Thailand yang memakan waktu 11 jam naik pesawat. Karena tahu bakalan bosan, aku pun membawa PSP lama milikku. Aku memainkannya selama sekitar 6 jam sementara pasanganku sudah terlelap. Seseorang menepuk pundakku, aku melepas headphone-ku sambil menoleh, dan melihat seorang wanita dari baris di belakangku.
    — Boleh stop mainnya, enggak?
    — Oh, akan kukecilin suaranya, maaf.
    — Bukan, baterai tablet putraku habis dan dia sangat bosan.
    — Seriusan? Hanya karena dia bosan, lalu Anda mau semua orang ikut bosan?
    — Ayolah! Itu bukan hal yang rumit!
    Aku tersenyum ironis, melambai kepada anak berusia 7 tahun itu, memakai kembali headphone-ku, dan lanjut main game. Permintaan yang sangat aneh. Aku enggak habis pikir apa yang dia harapkan dariku © Eugen*** / Pikabu
  • Dalam perjalanan kembali ke AS dari Florence, seorang pria di seberang lorong memutuskan untuk makan dendeng. Maksudku sekantong jumbo dendeng! Sepotong demi sepotong hingga keluar bau yang tajam! Bau dendeng pun memenuhi kabin. Meskipun terdengar orang menggerutu dengan keras di mana-mana sampai orang-orang menutup hidung dengan serbet, dia tetap aja mengunyah. Dia tampaknya enggak sadar pandangan tajam orang-orang mengarah kepadanya. Akhirnya, seorang awak kabin mampir untuk membujuknya supaya memberikan dendengnya itu untuk disimpan dengan aman sampai mendarat. Awak kabin tersebut berbicara dengan suara yang begitu lembut tapi tegas, sehingga pria itu dengan enggan menyerahkan sisa makanannya. © Sylvie Aimée / Quora
  • Aku dan temanku pergi ke pantai dengan bus yang memakan waktu sekitar 4 jam perjalanan. Ada pasangan muda dengan seorang anak berusia sekitar 1,5 tahun, dan 2 wanita tua dengan seorang cucu perempuan yang berusia sekitar 4 tahun. Jadi, balita tersebut kelihatan baik-baik saja: dia diam sepanjang perjalanan sambil memperhatikan si anak perempuan yang tak bisa diam, anak gadis tersebut berjalan di lorong dan berdiri di kursinya. Namun, kami nyaris saja kehilangan pendengaran karena kedua wanita tua tadi memberi perintah berbeda kepada anak gadis itu. Mereka enggak pernah berhenti berbicara. © Liudmyla Glushchevska / Facebook

“Kaki menjijikkan ini berada tepat di sebelah putriku selama penerbangan.”

  • Aku pernah naik kereta dengan wanita yang bawa koper besar beserta buku-buku Sudoku, tas Ziploc McDonald’s, nanas kalengan, kemasan Ritz Crackers, dan gulungan tisu toilet. Dia paranoid kalau seseorang akan mencuri bawaannya sehingga dia membawanya ke kursinya. Barang-barang tersebut memenuhi semua ruang kakinya. Alhasil, selama 7 dari 8 jam perjalanan, kakinya berada di ruang kakiku. © Lightmareman / Reddit
  • Aku dalam perjalanan menuju kota tempat orang tuaku tinggal untuk merayakan Natal. Aku memutuskan naik bus dan membeli tiket online terlebih dahulu. Aku memilih kursi pas di belakang sopir lantaran di situlah tempat terbaik yang cocok buat kakiku yang panjang dan posturku yang tinggi. Lagi pula, aku enggak mau merasa mual di bulan-bulan awal kehamilanku. Busnya tiba, dan ternyata ada seorang wanita muda duduk di kursiku. Akhirnya kami terlibat dalam percakapan ini:
    — Permisi, ini tempat dudukku. Apa yang tertulis di tiketmu?
    — Kita semua bebas mau duduk di mana saja.
    — Aku enggak peduli dengan yang lain, aku cuma mau tempat dudukku, tolong.
    — Tiketku enggak ada nomornya.
    — Coba tunjukkan tiketmu, mustahil enggak ada nomornya.
    — Aku enggak mau nunjukin.
    Lalu, dia memakai headphone-nya sambil berbalik. Aku meminta bantuan sopir dan sang sopir akhirnya mendapat jawabannya—ternyata nomor kursinya adalah nomor 17. Dia pun pergi menuju kursinya dan benar-benar tampak kecewa. © mannab / Pikabu

Pernahkah kamu bepergian dengan orang-orang yang bikin kamu merasa seharusnya kamu tinggal di rumah saja pada hari itu?

Kredit foto pratinjau Eugen*** / Pikabu
Sisi Terang/Fakta Menarik/11 Rekan Perjalanan yang Arogannya Minta Ampun
Bagikan Artikel Ini