Ternyata, Bahasa yang Kita Gunakan Bisa Mengubah Pola Pikir Kita
Kalau bisa berbahasa asing, mungkin kamu merasa seperti pribadi yang berbeda saat berkomunikasi menggunakannya. Tidak hanya kepribadianmu, bahasa juga bisa mengubah cara berpikirmu karena setiap budaya memiliki cara sendiri dalam memandang dunia. Sebagai contoh, ada bahasa yang tidak akan membuatmu berpikir mana yang “kiri” atau “kanan”. Orang-orang yang memakai bahasa ini menggunakan arah mata angin.
Kami di Sisi Terang suka mengeksplor berbagai budaya serta bahasanya. Berikut temuan kami tentang bagaimana cara berpikirmu bisa berubah jika mempelajarinya lebih jauh.
1. Memengaruhi warna yang bisa kita lihat.
Budaya yang berbeda memandang warna dengan cara yang berbeda. Beberapa bahasa hanya punya dua kata untuk menggambarkan warna, seperti gelap dan terang. “Gelap” digunakan untuk warna yang dingin seperti hijau, biru, dan hitam. “Terang” digunakan untuk warna yang hangat seperti kuning, merah, dan oranye. Ada pula bahasa yang sama sekali tidak memiliki istilah untuk kata “warna”. Sebagai gantinya, mereka menggunakan kata lain untuk menjelaskan objek berdasarkan tekstur dan kegunaannya.
Selama hidup, caramu melihat warna mungkin saja berubah. Sebagai contoh, orang Yunani memiliki dua kata berbeda untuk menggambarkan biru terang dan gelap, sedangkan di Inggris, “biru” digunakan untuk menyebut kedua warna ini. Namun, penutur bahasa Yunani mungkin mulai memandang dua warna ini sebagai warna yang serupa setelah lama menghabiskan waktu di Inggris.
2. Memengaruhi cara kita menyebut arah.
Bahasa Inggris menggunakan istilah “kiri”, “kanan”, “depan”, dan “belakang” untuk menjelaskan arah atau letak suatu objek. Terkadang ini membuat bingung, karena kiri bagi orang lain bisa saja adalah kanan bagi kita.
Tapi ada beberapa budaya yang bahasanya membantu mereka menghindari kebingungan semacam itu karena menggunakan arah mata angin seperti utara, selatan, barat, dan timur. Akan sulit bagi penutur bahasa Inggris untuk langsung menyebut di mana letak utara dan selatan. Untuk beberapa bahasa Australia Aborigin, misalnya, itu semudah membedakan mana kiri atau kanan. Kemungkinan ini karena penting bagi mereka untuk mengenali lingkungan sekitarnya, yang kemudian memengaruhi bahasanya.
Ada eksperimen yang dilakukan untuk memperlihatkan cara berpikir orang-orang dengan berbagai bahasa. Para partisipan duduk di meja dengan tanda panah di depannya yang mengarah ke utara, ke arah kanan mereka. Kemudian, mereka harus berbalik 180 derajat, menghadap meja lain dengan dua tanda panah. Satu menghadap ke utara, ke kiri partisipan; dan yang lain ke selatan, ke kanan mereka.
Partisipan kemudian diminta untuk memilih tanda panah yang menunjuk ke arah yang sama seperti yang pertama. Untuk penutur bahasa Inggris, “sama” berarti “mengarah ke kanan”. Di sisi lain, penutur bahasa Maya tertentu menganggap tanda panah ke arah kiri sebagai “sama”, yang berarti “mengarah ke utara”.
3. Memengaruhi cara otak kita mengolah kata.
Bahasa bisa memiliki gender natural. Terkadang, kata benda dapat dibagi menjadi makhluk hidup dan benda mati, seperti pada bahasa Jepang. Jika ada kelas kata benda yang mencirikan laki-laki, seperti anak lelaki dan ayah; perempuan, seperti anak perempuan dan ibu; dan benda mati—ini juga merupakan gender natural. Dalam bahasa Inggris, kita menggunakan “he” atau dia laki-laki, “she” atau dia perempuan, dan “it” atau ia (contohnya hewan atau benda), untuk menjelaskan subjek-subjek tersebut.
Ada pula gender gramatikal, yang bisa ditemukan dalam bahasa Jerman, Spanyol, dan Prancis. Itu berarti mereka dapat menggunakan kata ganti “dia laki-laki” dan “dia perempuan” untuk mencirikan benda mati. Ini dapat memengaruhi cara pikir mereka terhadap objek tersebut.
Dalam sebuah eksperimen, partisipan diberikan kunci dan diminta untuk mendeskripsikannya. Penutur bahasa Spanyol cenderung menggunakan kata sifat yang sesuai dengan stereotip perempuan untuk menjelaskan kunci tersebut, seperti “kecil” dan “cantik”, karena kunci digolongkan sebagai “perempuan” dalam bahasa Spanyol. Sebaliknya, kata “kunci” bergender laki-laki dalam bahasa Jerman, sehingga penutur bahasa Jerman menggunakan kata yang sesuai dengan stereotip laki-laki, seperti “berguna”, “berat”, dan “kuat”.
4. Memengaruhi cara kita memahami waktu.
Penutur bahasa Inggris memandang waktu dalam satu kesatuan, sebagai sekumpulan objek—seperti menit, jam, dan hari. Mungkin ini alasan kenapa mereka membayangkan waktu sebagai “benda” yang bisa disimpan, dibuang, atau hilang. Sebaliknya, bahasa Hopi tidak memiliki tenses seperti bahasa Inggris dan memandang waktu sebagai siklus yang berkelanjutan.
Selain itu, penutur bahasa Inggris membayangkan waktu secara horizontal dan menggunakan kata yang merujuk pada depan dan belakang untuk membicarakan masa depan dan masa lalu. Misalnya, kamu mungkin mengatakan “menantikan seseorang” dengan “looking forward” dan “kembali ke masa lalu” dengan “back in time”. Sebaliknya, penutur bahasa Mandarin merujuk ke arah atas dan bawah.
Apa kamu tahu contoh serupa tentang perbedaan berbagai budaya tentang cara berpikir masyarakatnya? Jika kamu bisa berbahasa asing, apa kamu pernah merasa itu membuatmu bersikap atau berpikir dengan cara berbeda? Apa yang paling kamu suka soal belajar bahasa?