Film

Mungkin sulit membayangkan karakter film favorit kita diperankan oleh aktor lain. Lagi pula, tokoh di film tersebut sepertinya memang ditujukan untuk aktor yang akhirnya memerankannya, dan sutradara mungkin tidak mempertimbangkan artis lain untuk peran tersebut. Namun, mencari aktor untuk sebuah film pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan mempekerjakan seorang karyawan. Itulah sebabnya kesulitan dalam menentukan pilihan dan tingginya persaingan juga ada di industri perfilman.

Kostum yang menarik merupakan elemen penting dari semua film, itulah sebabnya para profesional di industri film memberikan perhatian yang sama besarnya terhadap kostum seperti halnya mereka melakukan casting. Mengejutkannya, beberapa kostum membutuhkan begitu banyak waktu dan pengerjaan. Misalnya, para desainer mungkin harus membuat lusinan salinan gaun yang sama atau menghabiskan waktu berjam-jam di galeri untuk membuat kostum yang sama persis dengan lukisan lama.

Setelah Matthew McConaughey membaca naskah film Titanic, dia berkata kalau dia tidak bisa berakting dalam film yang begitu membosankan dan ditakdirkan untuk gagal. Sekarang, Titanic menjadi film klasik dan McConaughey mungkin telah menyesali keputusannya setidaknya beberapa kali. Banyak aktor juga merasakan apa yang dialami Matthew karena mereka juga pernah menolak untuk membintangi film yang seharusnya bisa membuat mereka makin disukai dan dikenal.

Kadang kala, kita begitu terbawa oleh alur cerita dan keterampilan akting sehingga gagal memperhatikan kostum dan tampilan karakter utama dalam film. Namun, kostumlah yang sering kali bisa memberitahukan banyak hal kepada kita tentang para karakter dan motif mereka, lebih dari karakter itu sendiri.

Bayangkan rasanya saat harus syuting selama 10 jam berturut-turut di bawah terik matahari dengan memakai kostum full-body seberat 20 kilogram. Ini hanyalah salah satu kondisi ekstrem yang harus dijalani aktor superhero saat syuting. Meski kita mendapati mereka keren dalam baju zirah mengilap, para bintang tidak selalu mengalami perasaan yang sama saat melakoni peran mereka. Semuanya terkadang berjalan sangat rumit dan saat itulah para kru pemeran pengganti mengambil alih.

Saat masih kecil, kita terbiasa menikmati film tanpa terlalu banyak menganalisis tentang apa yang kita lihat. Namun, saat menonton kembali film-film tersebut ketika sudah dewasa, sangat mungkin sekali kita menemukan sejumlah lelucon atau pertanyaan tersembunyi tidak masuk akal yang membuat kita tertawa. Misalnya, kenapa dulu kita tidak pernah bertanya-tanya soal apa sebenarnya yang salah dengan kaki Cinderella?

Anak-anak para selebritas menikmati keuntungan besar memiliki orang tua yang membintangi film-film populer karena akan memuluskan langkah mereka memperoleh tiket emas untuk menjadi bintang. Hollywood juga tidak luput dari nepotisme dan terbukti beberapa aktor memulai kariernya berkat koneksi keluarga. Namun, para penikmat film justru sering kali tidak sadar bahwa mereka sedang menonton seorang aktor atau aktris beradu akting dengan anak mereka yang berbakat.

Menolak suatu peran bisa terjadi karena berbagai alasan. Alasan yang paling populer adalah saat para kru dan aktor tidak bisa menyesuaikan jadwal mereka. Usia juga tidak kalah penting. Sebagai contoh, Katee Sackhoff ingin sekali tampil dalam The Hateful Eight karya Tarantino, tapi usia menghalanginya. Selain itu, tidak jarang seorang aktor gagal memerankan sesuatu karena publik tidak setuju dengan keputusan audisi agensi film.

Menjadi seniman yang sukses, baik sebagai aktor, musisi, atau pelukis, merupakan sebuah pencapaian tersendiri. Namun, ada beberapa seleb yang tidak ingin terpaku pada satu bidang saja dan telah terbukti ahli dalam beberapa bidang, mengembangkan bakat mereka, dan menunjukkan kepekaan mereka dalam mempelajari hal-hal baru.

Semua orang yang bekerja di lokasi syuting film menghabiskan berhari-hari hingga berbulan-bulan bersama. Mungkin, itulah alasan hubungan mereka sering tumbuh menjadi sesuatu yang lebih besar dari sekadar kerja sama. Aktor, sutradara, desainer kostum, asisten, dan semua orang yang terlibat tidak hanya menemukan teman terbaik, tetapi juga orang yang mereka cintai di lokasi syuting.

Mengadaptasi kisah nyata menjadi film atau serial adalah sebuah tantangan. Menjaga esensi dari cerita aslinya sambil menjaganya agar tetap menarik dan menghibur bisa membuat kehidupan nyata dan fiksi tertukar-tukar. Untungnya, ada beberapa film di mana tokoh nyatanya begitu terlibat dalam produksi, bahkan ikut muncul di film tentang kehidupan mereka tersebut.

Sering kali, ketika terpilih untuk memainkan peran atau karakter tertentu, seorang aktor perlu mengubah citranya, terkadang secara drastis. Di samping prostesis, wig, dan retouching digital, para ahli rias terutama bertanggung jawab untuk menghidupkan makhluk-makhluk atau tokoh fantastis dari budaya populer.

Sering kali, film-film sejarah menunjukkan kepada kita pakaian yang tidak ada kaitannya dengan masa yang seharusnya digambarkan. Namun, ini bukan karena kelalaian seniman. Dalam kebanyakan kasus, kreator justru melakukannya dengan sengaja agar film lebih ekspresif. Selain sesuai dengan zamannya, pakaian harus menonjolkan kelebihan aktor, cocok dengan konsep film secara keseluruhan, dan bisa dipahami oleh penonton modern. Jika kru berhasil memenuhi itu semua, film itu pasti akan berhasil.

Akhir film sering tetap menjadi misteri dan menyebabkan banyak perdebatan di antara para penonton. Mungkin kita tidak tahu apa yang maksud sutradara di balik adegan akhir atau mungkin kita salah memahami pembuat film, terutama jika mereka menggunakan metafora atau alegori. Kesan terakhir kita tentang film terkait langsung dengan bagaimana kita memahami adegan terakhir.

Proses syuting film tidak selalu berjalan sesuai rencana. Banyak aktor suka berimprovisasi, mengubah naskah dengan cepat, menambah banyak drama atau humor ke dalam adegan hingga sering kali mengejutkan lawan mainnya. Seringnya, adegan dan dialog yang tidak direncanakan itu malah dipilih sebagai versi yang ditampilkan dalam hasil akhir film. Akan tetapi, beberapa insiden terjadi secara tidak sengaja, misalnya karena kelupaan seorang aktor.

Sebagian besar penggemar berat pun tidak selalu tahu tentang semua peran dan cameo yang dilakukan oleh aktor favorit mereka. Eva Longoria, misalnya, memulai karier aktingnya di serial Beverly Hills, 90210. Brad Pitt tampil sebagai cameo dalam komedi, 21 Jump Street (2012), yang merupakan pembuatan ulang dari film seri dengan nama yang sama. Pitt juga berakting dalam serial tersebut saat dia masih muda.

Rata-rata, anggaran yang dihabiskan untuk pakaian di film berkisar antara Rp129 juta hingga Rp288 juta. Uang sebanyak ini sering kali tidak cukup, sehingga para perancang kostum harus bekerja sangat keras untuk membuat pakaian indah yang bisa mengekspresikan karakter dengan semestinya.

Kita biasanya menyukai aktor karena penampilan, bakat, dan karisma mereka. Akan tetapi, kita jarang bertanya kepada diri sendiri apa yang membuat mereka menjadi orang yang paling sukses di antara ratusan orang berbakat dan menawan lainnya. Alasannya adalah mereka siap berusaha keras untuk memerankan sebuah karakter dengan sungguh-sungguh, alih-alih mengikuti metode dan aturan umum.

Di tahun 2022 ini, para penggemar Harry Potter bergembira ria karena film dokumenter Harry Potter 20th Anniversary: Return to Hogwarts dirilis. Para aktor favorit kita akhirnya bersatu kembali untuk merayakan film Harry Potter pertama, dan para pemirsa pun mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu serta mengetahui beberapa rahasia di balik layar.

Aktor harus selalu memerankan karakter yang berbeda-beda. Beberapa aktor suka memerankan karakter yang merupakan cerminan diri mereka sendiri, tapi aktor-aktor dalam artikel kali ini telah memerankan karakter yang benar-benar berbeda 180° dari diri mereka di dunia nyata. Sisi Terang telah menyusun deretan nama aktor yang telah memerankan karakter yang sangat bertolak belakang dengan sifat asli mereka.